Di penghujung Januari 2025, suasana Desa Pancawati, Caringin Bogor berubah menjadi saksi bisu perjalanan batin beberapa alumni IISIP’87 yang memilih menghabiskan dua hari satu malam di Kampung Lansia Husnul Khotimah. Bukan untuk menikmati kemewahan atau liburan yang penuh kenyamanan melainkan untuk menjalani sesuatu yang berbeda, Pesantren Kilat (Sanlat) Lansia.

Meski usia masih pra-lansia namun motivasi para peserta sederhana tapi mendalam, yaitu sebuah upaya untuk mempersiapkan diri menuju akhir hidup yang penuh berkah, husnul khotimah. Dalam kesejukan udara pegunungan yang menusuk kulit mereka menjalani serangkaian kegiatan yang penuh makna. Mulai dari mendalami ilmu agama, muhasabah diri, hingga memahami hakikat kehidupan di usia senja.
Perjalanan Menjadi Sederhana
Pesantren Kilat yang diselenggarakan oleh Perempuan ICMI ini jauh dari kemewahan yang biasa mereka nikmati dalam kegiatan kantor bertahun-tahun sebelumnya. Tidak ada hotel berbintang, tidak ada hidangan prasmanan melimpah, apalagi fasilitas mewah lainnya. Penginapan serba sederhana, makanan terbatas dan harus berbagi bahkan menu tidak boleh diambil dobel. Namun justru dalam keterbatasan itu, empati dan kebersamaan terbangun. Mereka belajar merasakan bagaimana menjadi bagian dari lingkungan yang saling peduli dan berbagi.

“Rasanya benar-benar berbeda,” ungkap Koesdaryati (Humas’87). “Kami terbiasa dimanjakan oleh fasilitas kantor, tapi di sini kami diajarkan untuk merenung dan bersyukur. Kesederhanaan ini mengajarkan bahwa hidup tidak perlu serba cukup untuk merasa cukup.” ujar Koesye sapaan akrab Koesdaryati.
Muhasabah Dini Hari
Salah satu momen paling berkesan adalah saat muhasabah diri pada dini hari. Bangun pukul 02.00 WIB, mereka diajak merenung di bawah langit malam yang tenang. Suasana hening, hanya terdengar lantunan doa dan isak penyesalan. Dalam keheningan itu setiap peserta dihadapkan pada pertanyaan besar, “Sudah cukupkah bekal kita untuk perjalanan panjang menuju akhirat?”

“Di momen itu saya merasa seluruh dosa-dosa yang pernah dilakukan seperti diputar ulang di depan mata,” cerita salah satu peserta. “Udara dingin membuat tubuh menggigil tapi yang lebih menggigil adalah hati saya.”
Ilmu dan Inspirasi di Usia Senja
Sanlat lansia tidak hanya menawarkan pengalaman batin tetapi juga memberikan ilmu yang sangat bermanfaat. Mereka belajar tentang Hukum Waris Islam, Psikologi Lansia, Tahsinul Qiroah, Sifat Sholat Nabi hingga memahami pentingnya menjaga hubungan dengan Sang Pencipta.

Kegiatan pagi dimulai dengan sholat shubuh berjamaah, diikuti berjalan santai untuk menikmati keindahan alam sambil berzikir (tadabur alam).

Taty Herawaty (Jurnalistik’87) mengungkapkan motivasinya mengikuti sanlat ini, “Saya ingin menambah ilmu agama sebagai bekal pulang nanti. Selain itu saya juga senang bisa bertemu banyak orang dari berbagai kalangan. Rasanya seperti kembali ke masa muda saat ikut pesantren kilat d SMA.”
Shanty (Humas’87) menambahkan, “Kesan saya mengikuti sanlat ini sangat menyenangkan. Tempat ini benar-benar cocok untuk kami para pra-lansia. Saya jadi termotivasi untuk ikut lagi di tempat yang berbeda.”
Langkah Menuju Husnul Khotimah
Sanlat Lansia ini bukan hanya sekedar kegiatan biasa. Bagi para peserta, ini adalah perjalanan spiritual yang mengubah cara pandang mereka terhadap hidup. Setelah sibuk selama lebih dari 30 tahun dengan urusan duniawi, mereka sadar bahwa sudah saatnya fokus pada urusan akhirat yang abadi.

“Terima kasih atas pengalaman luar biasa ini. Kami bangga menjadi bagian dari Sanlat Lansia. Semoga langkah kecil ini membawa kami lebih dekat menuju husnul khotimah,” ucap Koesye.

Pengalaman ini menjadi pengingat bahwa usia senja bukan akhir, melainkan awal dari persiapan menuju kehidupan yang lebih abadi. Pesantren Kilat Lansia adalah perjalanan meniti cahaya, menata hati, menguatkan iman, dan mempersiapkan diri menuju Sang Khalik dengan penuh keikhlasan.
Titik Mustikayani