Imlek, Kenangan dan Kembali ke Rumah

Hampir semua keturunan Tionghoa merayakan Imlek. Bukan sebagai hari raya agama, tetapi  ini tradisi turun temurun. Di Tiongkok sendiri Imlek menandai masuknya musim semi. Karena itu hujan di hari Imlek dipercaya sebagai tanda keberuntungan dan rezeki yang melimpah.

Imlek  selalu menjadi momen yang dinanti-nanti oleh keluarga besar Liliyana (alumni IISIP’87). Bukan sekadar perayaan tradisional tetapi juga waktu berkumpul, berbagi kebahagiaan, dan mengenang kenangan lama.

Whatsapp Image 2025 02 14 At 18.23.36 1
Keluarga Lili. atas : ketika masih ada mama tercinta. bawah : Imlek 2025 // foto : dokumen pribadi

“Bagi-bagi angpao pasti selalu ditunggu oleh kami,” cerita Lili sapaan akrab Liliyana. Jika sebelum menikah Lili mendapat angpao, maka setelah menikah aturan pun berubah—bukan lagi menerima, melainkan memberi. Imlek yang sudah berlalu tanggal Rabu 29 Januari kemarin menjadi Imlek kedua yang dirayakan tanpa kehadiran sang mama tercinta yang telah berpulang tahun 2023.

Biasanya jika orang tua masih ada, keluarga besar berkumpul di rumah mereka. Sekarang, seharusnya Lili dan saudara-saudaranya yang datang ke rumah Oom dan Tante yang lebih tua. Sebab dalam tradisi Tionghoa, yang muda harus mengunjungi yang tua, bukan sebaliknya. Namun, Palembang yang menjadi domisili Oom dan Tante terasa jauh, dan tak semua bisa berangkat.

“Dulu rumah selalu ramai menjelang Imlek. Bersih-bersih, mengecat rumah, memastikan gentong beras, toples garam serta gula terisi penuh agar rezeki tidak seret. Sekarang  cukup membersihkan debu dan sarang laba-laba saja. Tidak ada lagi kesibukan sewaktu masih ada mama dan papa dulu,” kenang Lili.

Namun begitu tradisi tetap berjalan, meskipun Lili merasa sudah menjadi generasi yang tak banyak tahu tentang adat leluhur.

Bagi Lili, malam Imlek tetap terasa istimewa. Makanan di meja makan lebih lengkap dari hari biasa. Karena leluhur Lili berasal dari Palembang, dengan sendirinya makanan khas Palembang menjadi hidangan yang tersedia di meja makan.

Whatsapp Image 2025 02 14 At 18.23.36
Makanan khas Imlek di rumah Lili// foto : dokumen pribadi

“Mpek-mpek, tekwan, model, laksa Palembang hingga maksuba (kue lapis legitnya Palembang) pasti ada. Dulu waktu mama masih ada selalu tersedia ayam jamur merang  atau bebek rebus cocol tumis kencur,” cerita Lili. Sekarang hidangan khas imlek juga tetap ada tetapi tidak lagi selengkap dahulu.

Imlek tahun ini mengajarkan Lili satu hal, yaitu keluarga adalah inti  dari perayaan ini. Tradisi terus berlanjut walaupun orang-orang yang dicintai tak lagi ada. Karena Imlek bukan sekadar tentang baju baru, kue keranjang, atau angpao tapi tentang berkumpul, mengenang, dan tetap melanjutkan apa yang sudah diajarkan.

“Meski tanpa orang tua dan mertua  Imlek harus tetap dirayakan,”ujar Lili

Senada dengan Lili, menurut Isman Budiman (alumni IISIP ’87),  Imlek merupakan momen silaturahmi keluarga seperti lebaran. Hal yang baik dan bersyukur  bila dapat berkumpul bersama keluarga.

Whatsapp Image 2025 02 14 At 18.26.59
Suasana Imlek di Vihara Dharma Bhakti Glodok // foto : Titik

“Bisa berkunjung ke rumah orang tua (jika tidak tinggal satu rumah) dan bersilaturahmi ke anggota keluarga yang lebih tua, sama seperli lebaran, bagi-bagi angpao juga kepada mereka yang belum menikah” ujar Isman.

Whatsapp Image 2025 02 14 At 18.23.35
Masyarakat Tionghoa bersembahyang pada hari Imlek di Vihara Dharma Bhakti Glodok //foto : Titik
Whatsapp Image 2025 02 14 At 18.24.48 1
Vihara Dharma Bhakti, Glodok // foto : Titik

Ada harapan dalam setiap jeruk manis yang dibagikan, simbol agar hidup dijalani dengan manis dan segar. Ada doa dalam setiap angpao  yang diberikan, harapan agar rezeki terus mengalir. Selamat memasuki Tahun Ular Kayu.

Titik Mustikayani

Leave a Comment