Kepergian Marissa Haque pada Rabu dinihari tanggal 2 Oktober 2024 membuat publik terhenyak. Artis senior yang juga istri rocker Ikang Fawzi ini wafat dalam tidurnya. Pemilik nama lengkap Marissa Grace Haque yang juga berprofesi sebagai dosen juga penggiat halal living pergi meninggalkan kita semua dengan semua kebaikannya.
Kesaksian para mahasiswa dan teman-temannya membuktikan hal tersebut. Betapa baiknya ibu dua anak ini semasa hidupnya. Tutur kata lembutnya dan senyuman ramahnya tak kan hilang dari ingatan.
Oleh-oleh Sajadah
Kebaikan almarhumah pernah dirasakan oleh Agus Soelarto (IISIP’87) ketika masih aktif sebagai wartawan di Media Indonesia.
Begini kisah Agus,
Pada tahun 1995, saya termasuk salah satu dari sejumlah wartawan Film yang diajak meliput ke Kota Padang oleh Marissa Haque dan Ikang Fawzi. Pasangan artis kondang ini, adalah produser PT. Rana Artha Mulia, yang memproduksi Sinetron “Masih Ada Kapal ke Padang” karya sutradata MT. Risyaf, yang tayang di SCTV.
Setelah kembali dari liputan ke Kota Padang, dan setelah sepekan tulisan saya dimuat di Media Indonesia Minggu, tiba-tiba Mbak Marissa menelpon saya. Ia hanya ingin menyampaikan rasa terima kasihnya atas pemuatan berita tersebut, yang saya turunkan hampir setengan halaman di rubrik hiburan.
Di akhir pembicara via telpon, Mbak Marissa pun meminta saya untuk mampir ke kantornya di Kawasan Tebet, yang berdekatan dengan Stasiun Kereta Tebet. Sepulang dari Kantor Media Indonesia, yang saat itu masih berada di Jl. Gondangdia Raya, saya sempatkan mampir ke Kantor PT. Rana Artha Mulia, yang letaknya berdekatan dengan Perlintasan Rel Kereta Api ke arah Terminal Kampung Melayu.
Sesampai di kantor itu, Mbak Marissa sendiri yang menerima kehadiran saya. Sambil menyuguhi minuman dan makanan kecil, Mbak Marissa –dengan senyum sumringahnya– menyampaikan rasa senangnya dengan tulisan saya yang memuat hasil pandangan mata saya dari lokasi syuting dan sedikit wawancara dengannya di Kota Padang.
Sekitar setengah jam, Mbak Marisa menjamu saya. Dan di saat menjelang pulang, ia memberi saya bingkisan sebuah Sajadah Shalat, yang dibelinya sepulang umrah.
“Saya sempat pergi umrah sama Ikang, sebelum kita pergi ke Padang, waktu itu. Ini ada sedikit oleh-oleh. Cuma sajadah aja kok. Tapi, jangan lupa dipake shalat ya, sebentar lagi kan Ramadhan… Biar saya kebagian pahala shalatnya,” pinta Istri Penyanyi Ikang Fawzi itu, masih dengan senyumnya yang renyah.
“Insyaa Allah Mbak”, jawab saya menimpali, sembari pamit.
Sepulang ke rumah, Istri pun sangat senang mendapat bingkisan sajadah bermotif warna coklat, buatan Turki itu. Yang sejak saat itu –menjelang Ramadhan 1995–, hingga saat ini, sajadah itu masih kami pakai shalat secara bergantian bersama seluruh keluarga.
Bahkan, almarhum Ibu Mertua yang kala itu masih tinggal di Bandung, sangat suka shalat di atas sajadah itu, jika sedang menginap di rumah kami di Jakarta. “Sajadahnya lembut. Enak kalo shalat di sajadah ini,” kata Ibu Mertua. Dan kami selalu menjelaskan bahwa sajadah itu adalah pemberian dari artis Marissa Haque.

Meski tampilannya sudah mulai usang, diusia pakainya selama 29 tahun, tapi kenangan pada keramahan dan senyuman khas Mbak Marissa yang renyah itu, takkan pernah hilang dari ingatan.
Insyaa Allah pahala shalat kami, juga akan terus mengalir untuk kedamaian dan kelapangan kubur almarhumah. Aamiin…
Senangnya Ditelepon Mbak Icha
Keramahan dan sifat humblenya Marissa Haque yang akrab disapa Mbak Icha juga dirasakan oleh Titik M (IISIP’87) ketika masih menjadi wartawan majalah Sarinah. Kala itu Titik mendapat tugas untuk wawancara mbak Icha. Tugas tersebut untuk bahan tulisan di rubrik ‘Kisah Sampul’. Jadi di majalah Sarinah siapapun yang menjadi cover majalah akan diwawancara dan ditulis dalam rubrik ‘Kisah Sampul’ tersebut.
Setelah sebelumnya janjian Titik pun menuju rumah mbak Icha pagi-pagi di kawasan Tebet (saat itu). Padatnya jadwal mbak Icha membuat wawancara berlanjut dari kediamannya ke mobil. Waktu itu mbak Icha akan syuting di salah satu stasiun TV Swasta Nasional. “Aku pun ikut mbak Icha di mobilnya, sementara driver kantor mengikuti di belakang” kisah Titik. Mbak Icha sangat ramah. Suaranya khas dan tawanya renyah. “Di mobil, mbak Icha ya sambi dandan, sambal pakai sepatu. Dia menjadi dirinya tanpa jaim di hadapanku,” ujar Titik. Bayangan artis yang anggun dan jaim sirna seketika. Mbak Icha benar-benar apa adanya.
Bebrapa waktu kemudian mungkin selang 3-4 bulan setelah majalah Sarinah edisi cover Mbak Icha terbit, tiba-tiba Titik mendapat telepon darinya. “Iya mbak Icha sengaja telepon ke kantor majalah Sarinah dan mencari aku. Tentu saja aku kaget. Ga salah niy. Mencari mbak Okky (Asokawati) mungkin. Aku masih tidak percaya,” cerita Titik. Sampai resepsionis kantor mengulang lagi, “Mbak Titik ini telepon dari Mbak Marissa Haque” teriaknya. Dengan dagdigdug, Titik menerima telepon itu. Di seberang sana mbak Icha dengan suaranya yang khas menyapa, “mbak Titik apa kabar? kapan kita bisa ketemu lagi mbak foto-foto”. Tentu saja Titik tidak menyangka seorang artis akan mengingatnya. Apalagi Titik juga di majalah Sarinah saat itu tergolong ‘anak bawang’, masih wartawan baru di Majalah Sarinah. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Karena selama berkarir jadi wartawan di majalah Sarinah sampai majalah tersebut tidak terbit lagi, hanya Mbak Icha yang mengingat dan meneleponnya menanyakan kabar. Nara sumber yang lain tidak ada.
Kini mbak Icha sudah pergi menghadap Sang Khalik. Insya Allah kepergiannya dengan husnul khotimah. Selamat jalan mbak Icha…Syurga menantimu…
Agus Soelarto/Titik Mustikayani